Jumat, 08 April 2011

MELIRIK KEBERADAAN DESA “LAWEWE” TERISOLIR


Wahyuddin : kami berharap semua pemangku kepentingan yang ada dan peduli terhadap nasib kaum Marginal agar bahu-membahu memberikan kontribusi dalam hal pemberdayaan dan pengembangan Masyarakat, guna menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang lebih baik.

Luwu Utara, (DL)-
Luwu Utara bagi sebahagian masyarakat Indonesia mungkin bukanlah sesuatu yang asing ditelinga, Khususnya Masyarakat Sulawesi Selatan. Namun, ketika mendengar kata Lawewe, akan memunculkan pertanyaan, “Apa atau Siapa Itu..?”.
Secara historis, Lawewe adalah sebuah perkampungan penduduk dimana menurut cerita sebahagian masyarakatnya dahulu bernama “Pelawean” (Persinggahan). Hingga tahun 1960-an, Pelawean atau Lawewe hanyalah merupakan sebuah perkampungan kecil dimana saat itu penduduknya masih berisikan Penduduk Asli (Orang Luwu). Pada tahun-tahun berikutnya, secara perlahan pemerintah melalui pemerintah desa (saat itu Desa Lara), memasukkan masyarakat dari berbagai suku diantaranya Toraja dan Rongkong yang kemudian diatur menempati lahan yang masih kosong. Setelah beberapa tahun, Desa Lembang-lembang memisahkan diri dan Lawewe adalah salah satu dusunnya. Akhirnya pada tahun 1999 Lawewe pun memisahkan diri dari Induknya (Desa Lembang-lembang), membentuk sebuah Desa kecil yakni Desa Lawewe.
Kebun Multifun gsi Poros Lawewe - S.Jambu
Lawewe yang terletak diujung timur Kabupaten Luwu Utara merupakan sebuah daerah yang cukup memiliki potensi yang besar, khususnya potensi Sumber Daya Alam. Namun keberadaannya yang jauh dari Ibukota Kabupaten membuat Daerah tersebut seolah terabaikan, bahkan jika kita ingin memasuki wilayah Desa tersebut, alam seolah menyapa kita dengan hangat, “selamat memasuki perkampungan Primitif yang diapit dua Kota”. Betapa tidak, saat kita akan masuk ke Desa tersebut, pertama harus melewati “lorong/terowongan” perkebunan kakao milik penduduk, kemudian melintasi jalan tanggul (Dulunya tanggul penahan air) yang kini dijadikan satu-satunya akses keluar masuk daerah tersebut yang sudah dirusak oleh Banjir, setelah semua itu, barulah kita memasuki ujung perkampungan salah satu dusun diDesa tersebut.
Desa Lawewe yang memiliki luas wilayah ±16Km2  dengan jumlah penduduk ±1300 jiwa, dimana 99% penduduknya menggantungkan hidup dari lahan pertanian dan menjadi nelayan musiman, sangat berharap Pemerintah, Khususnya Pemerintah Daerah Luwu Utara dapat memberikan solusi yang terbaik bagi perkembangan dan peningkatan taraf hidup masyarakat di wilayah itu. Salah satu harapan terbesar masyarakat Desa Lawewe terkait pengembangan wilayahnya, yakni pembangunan infrastruktur berupa jalan dan penanggulangan Banjir. Salah satu tokoh masyarakat di Desa tersebut menuturkan, pada tahun 1990-an, akses jalan darat menuju daerah tersebut jauh lebih baik dari saat ini. Bahkan saat itu, Mobil pedagang sering masuk kedaerah tersebut.”Dulu pak, jangankan motor, Mobil saja masuk. Tapi sekarang, sebaliknya”. tutur tokoh masyarakat tersebut sambil mengenang kondisi daerahnya yang dulu.
Jembatan swadaya pintu masuk Desa Lawewe
Wahyuddin Kepala Desa Lawewe yang menjabat sejak Desa Lawewe terbentuk, saat ditemui di rumahnya kepada media ini mengatakan, ada dua hal yang sangat mendesak yang perlu menjadi perhatian utama pemerintah jika ingin melihat masyarakat desa-desa di Luwu Utara hidup serta meningkatkan taraf hidupnya, Yang pertama penanggulangan banjir, dan yang kedua perbaikan jalan. “Luwu Utara pada umumnya adalah daerah rawan banjir. Dan salah satu daerah yang menjadi langganan besar banjir adalah Desa Lawewe”, ungkap Wahyuddin.
Menurut Wayuddin, Keberaan dua sungai besar yakni Sungai Rongkong dan Makawa yang mengapit Desa Lawewe sebenarnya membawa berkah tersendiri bagi daerah itu, namun disaat yang bersamaan juga membawa ancaman serius bagi hidup dan sumber kehidupan warga masyarakat yang tinggal didaerah tersebut. “Sebenarnya keberadaan dua sungai besar ini adalah berkah, walaupun disi lain juga membawa ancaman”. Wahyuddin menambahkan, dengan keberadaan sungai besar ini, masyarakat diwilayah Luwu Utara Khususnya yang dilalui sungai ini tidak akan kekurangan pasokan air. “Air itu kebutuhan dasar kita, tinggal bagaimana memperlakukan dan mengelolanya dengan baik sehingga dapat memberi nilai tambah dan bermanfaat. Olehnya itu, sekali lagi saya selaku Desa mewili masyarakat diwilayah ini berharap Pemerintah khususnya Pemda Luwu Utara bisa memperhatikan hal ini ”.
Saat konfirmasi terkait bantuan yang masuk ke Desa Lawewe, Wahyuddin mengungkapkan, hingga saat ini bantuan untuk Pembangunan, Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat Desa khususnya Desa terisoler seperti Lawewe masih sangat minim. Meskipun demikian, Wahyuddin merasa bersyukur atas apa yang telah dilakukan dan diberikan oleh pemerintah, terutama Pemda Luwu Utara kepada Masyarakat diwilayahnya. “Kami sudah merasa bersyukur sudah mendapat bantuan untuk Desa kami, walaupun itu masih sangat minim dibanding apa yang kami butuhkan”. Lebih lanjut Wahyuddin kepada media ini mengatakan, bantuan yang diterima untuk wilayahnya dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah direncanakan dengan menyesuaikan anggaran yang ada, diantaranya pembuatan Jalan Tani, Pembuatan Tanggul penahan air, perbaikan Jalan, Pembangunan kantor, Pustu, dan lain-lain.
Ditanya terkait pemberitaan oleh salah satu media terkait penyerobotan lahan diwilayahnya, Wahyuddin menuturkan keluh-kesahnya panjang lebar. “Itulah yang sangat kami sesalkan kepada Oknum yang membuat berita tersebut. Dia tidak konfirmasi kepada kami, lantas mengangkat permasalahan tersebut di media. Dan yang sangat kami sesalkan adalah pemberitaan dimedia itu yang kesannya menghakimi saya dengan mengatakan saya adalah dalangnya. Kalau begini kejadiannya, apakah dia tidak melanggar. Yang kami tau, Wartawan profesional punya dan paham kode etik Jurnalistik. Saya sedikit tau tentang Kode Etik, karena selain sebagai mitra kerja, saya juga keluarga Wartawan dan LSM”. Lebih lanjut Wahyuddin menuturkan keluh kesahnya tehadap oknum yang membuat berita itu, “Idealnya kalau dia itu Profesional, dia konfirmasi dulu kepada saya, jangan hanya mendengar keterangan sepihak lantas diberitakan. Saya sekarang ini merasa terzalimi dan difitnah oleh pemberitaan dimedia ini (Sambil menunjukkan beritanya), karena menurut saya pemberitaan ini tidak berimbang dan secara otomatis merupakan pembohongan Publik. Kami hingga saat ini menghargai rekan-rekan Wartawan dan LSM dalam menjalankan tugasnya. Dan seandainya dia datang bertanya saya akan jelaskan”.
Lebih jauh Wahyuddin menjelaskan, “Saya dipercayakan oleh keluarga dan saudara-saudara saya warga desa Lawewe menjabat sebagai Desa sudah ± 13 tahun, dan selama itu setiap ada permasalahan yang kami anggap wilayah kerja kami, kami akan tangani. Di Desa Lawewe, dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, selalu ditempuh dengan upaya jalur kekeluargaan atau Musyawarah mufakat. Itulah yang sering kami lakukan. Kami bukan Polisi, Jaksa apalagi Hakim, namun kami tetap berupaya mencari solusi terbaik bagi warga dan keluarga demi kebaikan dan perkembangan daerah kami. Terkecuali jika ada permasalahan yang menurut pertimbangan kami sangat membutuhkan pihak lain atau jika yang bermasalah tidak mau diselesaikan ditingkat Desa, kami akan melakukan koordinasi dengan instansi dan institusi terkait”.
Menurut Wahyuddin, upaya-upaya itu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Meskipun demikian, Wahyuddin yakin Keberagaman suku, Ras dan agama serta status sosial masyarakat desa tersebut bukanlah hambatan berarti bagi perkembangan dan pengembangan didaerah tersebut jika semua stakholder yang ada mau duduk bersama dan berfikir untuk kemajuan daerah itu. “sebenarnya sudah banyak orang lawewe yang pintar, hanya masalahnya hingga saat ini yang pintar-pintar itu belum sempat duduk bersama dan berfikir mau dikemanakan lawewe dan generasinya”, ungkapnya. Wahyuddin menilai, Keberagaman Suku, Bahasa, dan Agama, serta perbedaan lainnya, justru memberi warna dan ciri khas tersendiri bagi daerah tersebut. “Didesa Lawewe masyarakatnya beragam. Ada Luwu, Bugis, Toraja, Rongkong, Lombok, bahkan adami juga Makassar. Jadi kalau bicaraki pasti beraneka ragam. Atau minimal, dengan perbedaan itu antara satu dengan lainnya bisa saling tukar ilmu pengetahuan. Paling tidak budaya dan bahasa”. Ujar Wahyuddin setengah berkelakar.

Diakhir pernyataannya, Wahyuddin Kepala Desa Lawewe melalui media ini berharap kepada semua pemangku kepentingan yang ada agar dapat bersama-sama berfikir dan berbuat demi perkembangan dan kemajuan serta peningkatan taraf hidup masyarakat, khususnya daerah-daerah terpencil, guna pencapaian sebuah tatanan masyarakat yang lebih baik. “Melalui media ini, kami berharap semua pemangku kepentingan yang ada dan peduli terhadap nasib kaum Marginal agar bahu-membahu memberikan kontribusi dalam hal pemberdayaan dan pengembangan Masyarakat, guna menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang lebih baik”.

2 komentar:

  1. Potret ketidak adilan negeri ini....
    tuk P' Desa, yang sabar y,,,

    BalasHapus
  2. Desa.....Desa....Desa.....
    Desaku kehidupanku......

    BalasHapus