Product List


Budaya CPNS dan KKN...!
 “KRONIS!” Itulah istilah yang sekarang sering muncul di tengah masyarakat Indonesia, yang menggambarkan begitu menggilanya tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dalam istilah medis, sebuah penyakit dibilang kronis, apabila sudah sebegitu parahnya, sehingga sangat sulit untuk disembuhkan, apalagi dalam waktu yang singkat. Faktanya, memang di berbagai dimensi kehidupan masyarakat selalu saja ada tindakan/perbuatan KKN, ibaratnya sudah seperti garam dan laut. Ironisnya, tindakan menyimpang tersebut umumnya terjadi di lembaga pemerintahan, yang nota bene sebagai lembaga pelayan dan pengayom.
Dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS), contohnya, dari tahun ke tahun selalu muncul persoalan KKN. Walaupun pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan tidak akan ada penyelewengan, namun faktanya masih banyak ditemukan berbagai kejanggalan yang diduga keras sebagai buah tindakan KKN. Berdasarkan hasil investigasi sejumlah LSM dan masyarakat, nama-nama yang dinyatakan lulus tersebut adalah keluarga pejabat setempat atau yang mempunyai hubungan erta dengan “PENGUASA”.
Lalu kapankah penerimaan CPNS akan berlangsung fair? Jika kita berpatokan dengan penyakit yang sudah kronis seperti diuraikan tadi, adalah hal yang sangat sulit untuk menghilangkan KKN. Apalagi dengan melihat kondisi negeri dan masyarakat Indonesia sekarang ini, dimana lapangan pekerjaan terbatas, sementara jumlah pencari kerja jutaan orang. Kondisi itu makin diperparah oleh Budaya ”seseorang dinilai belum sukses bila belum menjadi PNS atau karyawan BUMN”.
“Budaya” masyarakat yang salah ini semakin membuat lulusan SMU maupun sarjana berkeinginan keras untuk menjadi PNS, walaupun harus menggunakan cara yang tidak terpuji. Fakta-fakta tersebut juga ditangkap oleh orang-orang yang punya kekuasaan, terutama dalam hal meluluskan CPNS. Sehingga bagi yang punya keluarga pejabat atau mempunyai banyak uang, akan melakukan tindakan KKN, tak peduli secara kualitas yang bersangkutan sebenarnya tak layak masuk CPNS. Sementara yang benar-benar berkualitas, namun tak punya koneksi, apalagi uang, hanya gigit jari, dan menunggu keajaiban datang.
Namun demikian, penyakit KKN yang sudah kronis bukan berarti tak bisa disembuhkan sama sekali. Dalam hal penerimaan CPNS, selain diperlukan komitmen pejabat tingkat atas (presiden, menteri, gubernur, walikota/bupati), juga harus didukung oleh pejabat tingkat bawah. Dan yang paling penting, adalah penegakan hukum, baik tindakan disiplin maupun hukum pidana, sehingga bila memang ada indikasi KKN maka harus ditelusuri jaringannya, dan yang terlibat diberi tindakan tegas. Jangan sampai penegakan hukum itu hanya sampai pada level bawah, sementara pada level atas lepas tangan alias sok bersih.
Berdasarkan fakta lapangan, tindakan KKN tersebut terjadi, bukan hanya dilatarbelakangi oleh kepentingan oknum pejabat (misalnya karena keluarga atau uang), tapi karena mereka yakin kalaupun ketahuan maka tidak akan ada tindakan hukum. Kalau pun ada, hanya sebatas hukuman indisipliner. Coba misalnya, kalau ada pejabat selevel kepala dinas atau kabag yang diduga KKN, lalu diusut. Bila terbukti yang bersangkutan dipecat dari jabatan dan status PNS. Dengan tindakan tersebut, maka tahun-tahun berikutnya akan mampu meminimalkan tindakan KKN dalam penerimaan CPNS, sehingga suatu saat nanti akan terwujud penerimaan CPNS yang fair dan murni.